PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTANOMOR 38 TAHUN 2017
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTANOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH. BAB IKETENTUAN UMUM Pasal 1Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan : BAB IIRUANG LINGKUP Pasal 2Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi : BAB IIIPEMUNGUTAN Bagian KesatuObjek Pajak Pasal 3 (1) Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. (2) Termasuk dalam kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dewatering. (3) Dewatering sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan potensi air tanah yang diambil dan/atau dipindahkan dari dalam lapisan air di lokasi aktivitas dewatering. (4) Obek Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap hal sebagai berikut:pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, peribadatan; danpengambilan atau pemanfaatan atau pengambilan dan pemanfaatan air tanah untuk keperluan pemadaman kebakaran. Bagian KeduaSubjek Pajak dan Wajib Pajak Pasal 4 (1) Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. (2) Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Bagian KetigaSistem Pemungutan Pasal 5 (1) Pajak Air Tanah terutang ditetapkan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah. (2) Penetapan Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan SKPD. (3) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat :nomor dan tanggal SKPD;identitas Wajib Pajak, berupa:nama;alamat;NPWPD dan NOPD;nomor Vak/Reg;nomor meter;kode/golongan tarif;jenis sumur; dandi luar atau di dalam jangkauan Perusahaan Air Minum.masa pajak;bank tempat pembayaran;dewatering :volume dewatering;permeabilitas tanah; danLuas selimut dinding lahan dewatering.air tanah;kondisi awal dan akhir meter air;jumlah volume pemakaian/pemanfaatan air tanah;luah yang dibatasi;dasar pengenaan pajak;tarif pajak; danjumlah pajak terutang. (4) Format SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Format I Lampiran Peraturan Gubernur ini. BAB IVDASAR PENGENAAN PAJAK, TARIF PAJAK, PENGHITUNGAN PAJAK,DAN WILAYAH PEMUNGUTAN PAJAK Bagian KesatuDasar Pengenaan Pajak Pasal 6 (1) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah NPA. (2) NPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut :jenis sumber air;lokasi sumber air;tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;kualitas air; dantingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air. (3) NPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengandung 2 (dua) komponen yaitu :volume air yang diambil; danHDA. Pasal 7 (1) Dalam hal dewatering, volume air yang diambil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a ditentukan dengan cara :perhitungan dengan pemasangan meter air; atauperhitungan dengan tingkat kelolosan air tanah atau permeabilitas tanah. (2) Pemasangan meter air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Dinas Sumber Daya Air. (3) Besarnya HDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b ditentukan oleh :HAB; danFn-Air. (4) Fn-Air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b, memuat komponen sebagai berikut :sumber daya alam air tanah;kompensasi pemulihan kerusakan lingkungan akibat pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah; danperuntukan dan pengelolaan air tanah. (5) Komponen peruntukan dan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, dibedakan berdasarkan subjek pemakai atau kelompok pemakai air tanah yang ditetapkan sebagai berikut:non niaga; niaga kecil;industri kecil dan menengah;niaga besar; danindustri besar. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai NPA diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian KeduaTarif Pajak Pasal 8Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen). Bagian KetigaPenghitungan Pajak Air Tanah Pasal 9 (1) Pajak Air Tanah terutang merupakan hasil kali tarif dengan dasar pengenaan pajak, dengan rumus sebagai berikut :Pajak Air Tanah = Tarif Pajak Air Tanah x Dasar Pengenaan Pajak (2) Dalam hal dewatering, dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan NPA dengan jenis sebagai berikut:NPA non niaga; atauNPA niaga besar. (3) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah kegiatan dewatering dimana terhadap air yang diambil dan/atau dipindahkan, dibuang atau tidak dimanfaatkan. (4) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah kegiatan dewatering dimana terhadap air yang diambil dan/atau dipindahkan, langsung dimanfaatkan dan/atau ditampung untuk dimanfaatkan. Bagian KeempatWilayah Pemungutan Pajak Pasal 10 (1) Pajak Air Tanah yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat air tanah diambil. (2) Wilayah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan wilayah kerja masing-masing UPPRD. BAB VMASA PAJAK DAN SAAT TERUTANG PAJAK Bagian KesatuMasa Pajak Pasal 11 (1) Jangka waktu masa pajak lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim. (2) Bagian dari bulan dihitung l (satu) bulan penuh. Bagian KeduaSaat Terutang Pajak Pasal 12Pajak Air Tanah terutang pada saat pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. BAB VIPENDAFTARAN, PENERBITAN DAN PENGHAPUSAN NPWPDDAN/ATAU NPOPD Bagian KesatuPendaftaran NPWPD dan/atau NPOPD Pasal 13 (1) Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri dan melaporkan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah dengan menggunakan SPOPD ke Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan tempat kedudukan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kalender sebelum pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. (2) SPOPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil di UPPRD/Suku Badan/Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau tempat lain yang ditunjuk atau mengunduhnya pada laman web http://dpp.jakarta.go.id/. (3) SPOPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan benar, jelas dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. (4) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada UPPRD dengan ketentuan sebagai berikut :Orang pribadi :fotokopi Kartu Tanda Penduduk;fotokopi surat rekomendasi teknis dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka izin pengambilan dan pemanfaatan air tanah/dewatering dengan memperlihatkan aslinya;fotokopi Surat Izin Pemanfaatan Air Bawah Tanah (SIPA) dengan memperlihatkan aslinya;fotokopi Surat Izin Pemboran Air Tanah (SIB) dengan memperlihatkan aslinya; danfotokopi Surat Izin Dewatering dengan memperlihatkan aslinya.Badan :fotokopi Kartu Tanda Penduduk Pengurus;fotokopi akta pendirian;fotokopi surat izin usaha;fotokopi surat rekomendasi teknis dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka izin pengambilan dan pemanfaatan air tanah/dewatering dengan memperlihatkan aslinya;fotokopi Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah (SIPA) dengan memperlihatkan aslinya;fotokopi Surat Izin Perusahaan Pengeboran Air Tanah (SIPPAT) dengan memperlihatkan aslinya;
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTANOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASIPAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK DAERAH. BAB IKETENTUAN UMUM Pasal 1Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : BAB IIPENDELEGASIAN KEWENANGAN Pasal 2 (1) Gubernur mendelegasikan kewenangan pemberian pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi kepada Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur oleh Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah. BAB IIIPENGURANGAN ATAU PENGHAPUSANSANKSI ADMINISTRASI Bagian KesatuUmum Pasal 3Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. Bagian KeduaPengurangan atau Penghapusan Sanksi AdministrasiAtas Permohonan Wajib Pajak Paragraf 1Umum Pasal 4 (1) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pajak Daerah berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dilakukan terhadap:Kekhilafan Wajib Pajak; atauBukan karena kesalahan Wajib Pajak. (2) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap sanksi administrasi yang tercantum dalam STPD, SPPT, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT. (3) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak. (4) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diajukan dalam hal :Wajib Pajak sedang melakukan upaya hukum perpajakan;bunga yang dikenakan atas surat keputusan angsuran dan/atau penundaan pembayaran; ataukekhilafan Wajib Pajak yang terjadi merupakan suatu perbuatan pengulangan dalam kurun waktu satu tahun pajak. (5) Surat keputusan angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b merupakan surat keputusan atas angsuran terhadap SKPD/SPPT/SKPDKB/SKPDKBT/STPD/Surat Keputusan Pembetulan/Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding/Peninjauan Kembali Mahkamah Agung. Paragraf 2Kekhilafan Wajib Pajak Pasal 5 (1) Kekhilafan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, dalam hal Wajib Pajak tidak sadar atau lupa atau pada kondisi tertentu sulit untuk menentukan pilihan dalam memenuhi kewajiban perpajakan sehingga mengakibatkan Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi. (2) Keadaan tidak sadar atau lupa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Wajib Pajak orang pribadi mengidap penyakit yang berkaitan dengan kemampuan daya ingat yang menyebabkan Wajib Pajak dalam keadaan tidak sadar atau lupa, dibuktikan dengan surat keterangan dokter rumah sakit. (3) Kondisi tertentu sulit untuk menentukan pilihan dalam memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal wajib pajak orang pribadi memiliki batasan kemampuan keuangan sehingga sulit menentukan pilihan untuk membiayai musibah atau membayar kewajiban perpajakannya. (4) Kondisi tertentu sulit untuk menentukan pilihan dalam memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diakibatkan adanya peristiwa sebagai berikut:Wajib Pajak pada saat tanggal jatuh tempo mendapat musibah seperti mengalami kecelakaan, bencana alam atau sakit yang mengharuskan rawat inap di rumah sakit sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban perpajakan dibuktikan dengan surat pernyataan dan foto atau surat keterangan dokter rumah sakit;Wajib Pajak sedang berada di luar Indonesia dalam rangka ibadah atau pengobatan sejak tanggal penyampaian STPD, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT sampai dengan tanggal setelah jatuh tempo pembayaran Pajak Daerah dimana Wajib Pajak tidak memiliki suami/istri dan keturunan dan belum terdaftar dalam akun pajak daerah online dibuktikan dengan fotokopi paspor dan foto atau surat keterangan dokter rumah sakit dengan melampirkan Kartu Keluarga; atauWajib Pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada tahun pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin atau Wajib Pajak orang pribadi yang mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. (5) Wajib Pajak yang mengalami peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) huruf a diberikan penghapusan sanksi administrasi. (6) Wajib Pajak yang mengalami peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c diberikan pengurangan sanksi administrasi sebesar 50% (lima puluh persen). Paragraf 3Bukan Karena Kesalahan Wajib Pajak Pasal 6 (1) Bukan karena kesalahan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, dalam hal kesalahan administrasi oleh fiskus atau keadaan lainnya sehingga mengakibatkan Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi. (2) Kesalahan administrasi oleh fiskus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal :Keterlambatan petugas pajak dalam mengirimkan STPD, SPPT, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT sehingga Wajib Pajak mendapatkan STPD, SPPT, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT pada saat atau melewati tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak Daerah dalam hal Wajib Pajak belum terdaftar dalam akun pajak daerah online;Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengurangan Pajak Daerah, namun keputusan pengurangan diterbitkan pada saat atau setelah tanggal jatuh tempo pembayaran; atauWajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena kesalahan Badan Pajak dan Retribusi Daerah selain kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang tercakup dalam kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah. (3) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi karena kesalahan administrasi oleh fiskus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan penghapusan sanksi administrasi. (4) Keadaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal :Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum dan saat jatuh tempo pembayaran Pajak Daerah (pengajuan oleh ahli waris);Objek Pajak PBB-P2 sedang mengalami gugatan perkara tanah di pengadilan;Objek Pajak dalam keadaan disita oleh instansi yang berwenang, yang dibuktikan dengan surat penyitaan;kendaraan hilang yang dibuktikan surat keterangan kehilangan kendaraan bermotor dari kepolisian;Wajib Pajak PKB dan BBN-KB yang dikenai sanksi administrasi karena tertunda penetapan pajaknya dalam hal belum ditetapkan NJKB nya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri;Objek Pajak Kendaraan Bermotor yang mengalami kerusakan berat dan tidak dapat dipergunakan lebih dari 6 (enam) bulan, dibuktikan dengan bukti keterangan terjadinya kerusakan dari instansi yang berwenang atau media informasi cetak atau bengkel yang memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan bukti berupa media elektronik seperti video/rekaman gambar;Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena keadaan yang disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan Wajib Pajak antara lain dalam hal terjadi gagal
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 35 TAHUN 2017
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTANOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG MASA TRANSISI PENGGUNAAN DOKUMEN ADMINISTRASIPERPAJAKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG MASA TRANSISI PENGGUNAAN DOKUMEN ADMINISTRASI PERPAJAKAN DAERAH. BAB IKETENTUAN UMUM Pasal 1Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : BAB IIMASA TRANSISI Pasal 2 (1) Penggunaan dokumen administrasi perpajakan daerah pada Badan Pajak dan Retribusi Daerah dengan nama kelembagaan lama yaitu Dinas Pelayanan Pajak dalam rangka pelayanan kepada masyarakat di Daerah, diberlakukan masa transisi. (2) Masa transisi penggunaan dokumen administrasi perpajakan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2017. (3) Selama masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah beserta jajarannya dapat menggunakan dokumen administrasi perpajakan daerah dengan nama kelembagaan lama yaitu Dinas Pelayanan Pajak. Pasal 3Dokumen administrasi perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, terdiri atas : BAB IIIKETENTUAN PENUTUP Pasal 4Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ditetapkan di Jakartapada tanggal 31 Maret 2017Plt. GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUSIBUKOTA JAKARTA, ttd SUMARSONO Diundangkan di Jakartapada tanggal 7 April 2017SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUSIBUKOTA JAKARTA, ttd SAEFULLAH BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2017 NOMOR 72018
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2017
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTANOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR NOMOR 47 TAHUN 2016TENTANG TATA CARA PEMINDAHBUKUAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMINDAHBUKUAN PAJAK DAERAH. Pasal IBeberapa ketentuan dalam Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemindahbukuan Pajak Daerah (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2016 Nomor 61008), diubah sebagai berikut : 1. Ketentuan ayat (3) Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 2(1)Pbk dapat dilakukan atas pembayaran pajak antara lain :Wajib Pajak yang sama atas jenis Pajak yang sama dan/atau jenis Pajak yang berbeda;Wajib Pajak yang berbeda atas jenis Pajak yang sama; dandalam tahun Pajak yang sama atau tahun Pajak yang berbeda.(2)Contoh kasus Pbk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagaimana tercantum dalam Contoh Kasus 1 Lampiran Peraturan Gubernur ini. (3)Pbk hanya dapat diproses atas pembayaran Pajak yang tidak melewati batas waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pembayaran.(4)Proses Pbk untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan PBB-P2 hanya dapat dilakukan atas pembayaran Pajak untuk Daerah dan dilakukan setelah tanggal pengalihan BPHTB dan PBB-P2, kecuali terhadap keputusan keberatan atau putusan pengadilan yang merupakan kewenangan Daerah.(5)Ketentuan Pbk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya berlaku atas PBB-P2 dan BPHTB. 2. Ketentuan ayat (1) huruf a Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 3(1)Pbk dapat dilakukan sehubungan dengan :adanya kelebihan pembayaran Pajak yang dinyatakan dalam Surat Keputusan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB) sebagai hasil dari pemeriksaan yang dikompensasikan;keputusan atas permohonan keberatan atau banding yang mengakibatkan kelebihan pembayaran Pajak yang dinyatakan dalam Keputusan mengenai Pelaksanaan Putusan Keberatan Pajak Daerah atau Keputusan mengenai Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dengan format sebagaimana tercantum dalam Format 1 dan Format 2 Lampiran Peraturan Gubernur ini;adanya pemberian bunga kepada Wajib Pajak akibat keputusan permohonan keberatan atau putusan pengadilan pajak yang dinyatakan dalam Keputusan mengenai Pemberian Imbalan Bunga Pajak Daerah dengan format sebagaimana tercantum dalam Format 3 Lampiran Peraturan Gubernur ini;adanya pembayaran pajak yang lebih besar dari jumlah Pajak terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Tagihan Pajak Daerah atau SPPT PBB-P2.adanya kesalahan pengisian SSPD baik menyangkut Wajib Pajak sendiri maupun Wajib Pajak dan/atau objek Pajak lain;adanya pemecahan setoran Pajak yang berasal dari satu SSPD menjadi setoran beberapa jenis pajak atau setoran dari beberapa Wajib Pajak dan/atau objek pajak;adanya kesalahan perekaman atau pengisian bukti Pbk oleh petugas.(2)Contoh kasus Pbk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g tercantum dalam Contoh Kasus 2, Contoh Kasus 3, Contoh Kasus 4, Contoh Kasus 5 Lampiran Peraturan Gubernur ini. 3. Ketentuan ayat (3) huruf c Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 13(1)Setiap bukti Pbk, Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Daerah atau Keputusan Pemberian Imbalan Bunga Pajak Daerah masing-masing dibuat 4 (empat) rangkap untuk disampaikan untuk :Wajib Pajak;Bidang Teknologi Informasi Pajak Daerah;Bidang Perbendaharaan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah; danBidang Akuntansi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.(2)Bidang Teknologi Informasi Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b melakukan penyesuaian data pembayaran di Dinas Pelayanan Pajak berdasarkan bukti Pbk, Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak atau Nota Penghitungan Pemberian Imbalan Bunga Pajak Daerah.(3)Imbalan Bunga Pajak Daerah diberikan berdasarkan putusan keberatan dan putusan pengadilan pajak yang ditindaklanjuti dengan pembuatan :nota perhitungan pemberian imbalan bunga pajak daerah;Keputusan mengenai Pemberian Imbalan Bunga Pajak Daerah; danSurat Perintah Membayar Imbalan Bunga Pajak Daerah beserta lampirannya sebagaimana tercantum dalam Format 9 Peraturan Gubernur ini.(4)Apabila setelah dilakukan kompensasi utang Pajak, Pbk dan/atau pemberian imbalan bunga pajak daerah masih terdapat kelebihan pembayaran Pajak, maka sisa kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian imbalan bunga pajak daerah diatur dalam Peraturan Gubernur. 4. Lampiran diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Gubernur ini. Pasal IIPeraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ditetapkan di Jakartapada tanggal 13 Januari 2017Plt. GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUSIBUKOTA JAKARTA, ttd SUMARSONO Diundangkan di Jakartapada tanggal 19 Januari 2017SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUSIBUKOTA JAKARTA, ttd SAEFULLAH BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2017 NOMOR 61001
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 262 TAHUN 2016
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTANOMOR 262 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pajak dan Retribusi Daerah; Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH. BAB IKETENTUAN UMUM Pasal 1Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : BAB IIKEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI Pasal 2 (1) BPRD merupakan unsur pelaksana fungsi penunjang urusan pemerintahan bidang keuangan pada Subbidang pajak daerah dan retribusi daerah. (2) BPRD dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. (3) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Badan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan. (4) BPRD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dikoordinasikan oleh Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretarias Daerah. Pasal 3 (1) BPRD mempunyai tugas melaksanakan pelayanan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPRD mempunyai fungsi :penyusunan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran BPRD;pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran BPRD;penyusunan kebijakan, pedoman dan standar teknis pelaksanaan tugas pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah;pendataan dan pendaftaran subjek dan objek pajak daerah dan retribusi daerah;penilaian, pemeriksaan, penyidikan, penetapan dan penagihan pajak daerah dan retribusi daerah;penyelesaian pembetulan, pembatalan, pengurangan kerugian, pembebasan, penghapusan, keberatan banding dan gugatan pajak daerah dan restribusi daerah;penggalian dan pengembangan potensi pajak daerah dan retribusi daerah;penyediaan, pengelolaan, pendayagunaan prasarana dan sarana serta sistem informasi pajak daerah dan retribusi daerah;pembinaan dan pengembangan tenaga fungsional dan teknis pemungutan pajak dan retribusi daerah;penegakan peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah;pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelayanan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah;penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana di bidang pelayanan pemungutan pajak dan retribusi daerah;penyuluhan dan layanan informasi pajak daerah dan retribusi daerah;pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang BPRD;pengelolaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan BPRD;pengelolaan kearsipan, data dan informasi BPRD; danpelaporan, dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi BPRD. BAB IIIORGANISASI Bagian KesatuSusunan Organisasi Pasal 4 (1) Susunan Organisasi BPRD, sebagai berikut :Kepala Badan;Wakil Kepala Badan;Sekretariat, terdiri atas :Subbagian Umum;Subbagian Kepegawaian; danSubbagian Keuangan dan Anggaran.Bidang Perencanaan dan Pengembangan, terdiri atas :Subbidang Perencanaan Strategi dan Penerimaan;Subbidang Perencanaan Pengembangan Potensi; danSubbidang Pengembangan Metode. Bidang Teknologi Informasi, terdiri atas :Subbidang Infrastruktur Teknologi Informasi;Subbidang Pengelolaan Data Informasi; danSubbidang Sistem Informasi Manajemen.Bidang Peraturan, terdiri atas :Subbidang Peraturan I;Subbidang Peraturan II; danSubbidang Prosedur dan Pelayanan Hukum.Bidang Pengendalian, terdiri atas :Subbidang Pengendalian Penerimaan Pajak I;Subbidang Pengendalian Penerimaan Pajak II; danSubbidang Pengendalian Penerimaan Retribusi dan Hubungan Eksternal .Suku Badan Kota/Kabupaten;Unit Pelaksana Teknis; danKelompok Jabatan Fungsional. (2) Bagan susunan organisasi BPRD sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Gubernur ini. Bagian KeduaKepala Badan Pasal 5Kepala Badan mempunyai tugas : Bagian KetigaWakil Kepala Badan Pasal 6 (1) Wakil Kepala Badan mempunyai tugas :membantu Kepala Badan dalam memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi BPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;membantu Kepala Badan dalam pelaksanaan koordinasi dengan SKPD/UKPD dan Instansi Pemerintah/swasta dan masyarakat;membantu Kepala Badan dalam mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Bidang, Suku Badan dan Unit Pelaksana Teknis;membantu Kepala Badan dalam pengembangan sistem pengendalian internal BPRD;memberikan masukan atau pertimbangan kepada Kepala Badan dalam penetapan kebijakan dan regulasi teknis di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah;menyelenggarakan koordinasi dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala Badan;mewakili Kepala Badan apabila Kepala Badan berhalangan melaksanakan tugasnya;melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan; danmelaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Badan. (2) Wakil Kepala Badan dalam melaksanakan tugasnya berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan. Bagian KeempatSekretariat Pasal 7 (1) Sekretariat merupakan unit kerja staf BPRD. (2) Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris BPRD yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan. Pasal 8 (1) Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan administrasi BPRD. (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretariat menyelenggarakan fungsi :penyusunan bahan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran Sekretariat;pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran Sekretariat;pengoordinasian penyusunan rencana kerja dan anggaran BPRD;pelaksanaan monitoring, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana strategis, dan dokumen pelaksanaan anggaran badan oleh unit kerja BPRD;penyusunan kebijakan, pedoman dan standar teknis pelayanan pemungutan pajak dan retribusi daerah yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Sekretariat;pembinaan dan pengembangan pejabat fungsional dan pegawai teknis urusan pelayanan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah;pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang BPRD;pelaksanaan kegiatan ketatausahaan dan kerumahtanggaan BPRD;pengelolaan kearsipan, data dan informasi Badan Pajak dan Retribusi Daerah;penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja BPRD;pelaksanaan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara BPRD;pengoordinasian penyusunan laporan keuangan, kinerja, kegiatan dan akuntabilitas BPRD; danpelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat. Pasal 9 (1) Subbagian Umum merupakan Satuan Kerja Sekretariat dalam pelaksanaan administrasi umum BPRD. (2) Subbagian Umum dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris BPRD. (3) Subbagian Umum mempunyai tugas :menyusun bahan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran sekretariat sesuai dengan lingkup tugasnya;melaksanakan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran sekretariat sesuai dengan lingkup tugasnya;melaksanakan pengelolaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan BPRD;melaksanakan pengelolaan kearsipan, data dan informasi BPRD;melaksanakan analisis dan evaluasi nilai dan manfaat aset BPRD;melaksanakan pengelolaan pemeliharaan kebersihan, keindahan, keamanan dan ketertiban kantor BPRD;melaksanakan pengelolaan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung dan peralatan kerja kantor BPRD;melaksanakan pengelolaan ruang rapat/ruang pertemuan BPRD;menghimpun, menganalisa dan mengajukan kebutuhan peralatan kerja kantor BPRD;menerima, menatausahakan, menyimpan dan mendistribusikan peralatan kantor BPRD;menyampaikan dokumen penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan penghapusan barang kepada Subbagian Keuangan dan anggaran untuk dibukukan;menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pedoman, dan standar teknis yang terkait dengan administrasi umum BPRD; danmelaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Subbagian Umum. Pasal 10 (1) Subbagian Kepegawaian merupakan Satuan Kerja Sekretariat dalam pelaksanaan pengelolaan kepegawaian BPRD. (2) Subbagian Kepegawaian dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris BPRD. (3) Subbagian Kepegawaian mempunyai tugas :menyusun bahan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran Sekretariat sesuai dengan lingkup tugasnya;melaksanakan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran sekretariat sesuai
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 408 TAHUN 2016
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTANOMOR 408 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNANPERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2017; Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2017. BAB IKETENTUAN UMUM Pasal 1Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan : BAB IIPENETAPAN NJOP PBB-P2 Pasal 2Gubernur menetapkan NJOP PBB-P2 untuk masing-masing wilayah Kota/Kabupaten Administrasi sebagai dasar pengenaan PBB-P2 setiap tahun dalam bentuk Peraturan Gubernur. Pasal 3 (1) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas :NJOP Bumi; danDBKB. (2) NJOP Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :NJOP Bumi Berupa Tanah; danNJOP Bumi Berupa Perairan Pedalaman. (3) Klasifikasi dan Besarnya NJOP Bumi Berupa Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tercantum dalam Lampiran I Peraturan Gubernur ini. (4) Besarnya NJOP Bumi Berupa Perairan Pedalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan 1/20 (satu per dua puluh) dari NJOP Bumi Berupa Tanah yang berlaku di sekitarnya. (5) DBKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan sebagai dasar perhitungan NJOP Bangunan tercantum dalam Lampiran II Peraturan Gubernur ini. Pasal 4 (1) Kepala Badan dapat menetapkan NJOP PBB-P2 dalam hal terjadi penambahan dan perubahan Kode ZNT dan NJOP PBB-P2 pada tahun pajak berjalan, sebagai berikut:adanya pendaftaran objek dan subjek pajak;adanya hasil pendataan dan pemutakhiran objek dan subjek PBB-P2;adanya hasil penilaian individu objek non standar dan objek khusus dalam rangka penggalian potensi PBB-P2; dan/atauadanya hasil keputusan pembetulan, keberatan dan banding serta peninjauan kembali atas ketetapan PBB-P2. (2) Penetapan NJOP PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Kepala Badan dengan menetapkan Keputusan Kepala Badan. Pasal 5Penggunaan NJOP PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 hanya untuk kepentingan perpajakan daerah. BAB IIIKETENTUAN PENUTUP Pasal 6Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2017. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ditetapkan di Jakartapada tanggal 28 Desember 2016Plt. GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUSIBUKOTA JAKARTA, ttd SUMARSONO Diundangkan di Jakartapada tanggal 30 Desember 2016SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUSIBUKOTA JAKARTA, ttd SAEFULLAH BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2016 NOMOR 71048