PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER – 03/PJ/2017
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER – 03/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGAWASANHARTA TAMBAHAN DALAM RANGKA PENGAMPUNAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50A ayat (1) huruf e Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016, perlu untuk menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan dalam Rangka Pengampunan Pajak; Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGAWASAN HARTA TAMBAHAN DALAM RANGKA PENGAMPUNAN PAJAK. Pasal 1 (1) Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dan menyatakan akan mengalihkan Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus mengalihkan dan menginvestasikan Harta tambahan dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat 3 (tiga) tahun:sebelum tanggal 31 Desember 2016, bagi Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan Pengampunan Pajak sejak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; atausebelum tanggal 31 Maret 2017, bagi Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan Pengampunan Pajak sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. (2) Jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak Harta tambahan tersebut disetorkan atau dialihkan seluruhnya ke Rekening Khusus. (3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak Harta tambahan yang dialihkan telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam Rekening Khusus dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal 2 (1) Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dan mengungkapkan Harta tambahan yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dibolehkan mengalihkan dan menginvestasikan Harta tambahan tersebut ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan. (2) Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan laporan penempatan Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal 3Kewajiban penyampaian laporan: berlaku bagi seluruh Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan. Pasal 4 (1) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 2 ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:ditandatangani oleh:Wajib Pajak orang pribadi dan tidak dapat dikuasakan;pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan;penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi sebagaimana dimaksud pada angka 2 berhalangan.mencantumkan informasi Harta tambahan.disampaikan oleh Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk dengan melampirkan surat kuasa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pengampunan Pajak;disampaikan dalam bentuk:formulir kertas (hardcopy) dan salinan digital (softcopy), dalam hal disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar secara langsung; ataudokumen elektronik, dalam hal disampaikan melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi. (2) Informasi Harta tambahan yang dicantumkan dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah informasi per akhir tahun buku sebelum tahun laporan disampaikan. (3) Informasi Harta tambahan yang dicantumkan dalam laporan untuk periode terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah informasi pada:tanggal berakhirnya batas waktu 3 (tiga) tahun sejak Harta tambahan yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam Rekening Khusus; dan/atautanggal berakhirnya batas waktu 3 (tiga) tahun sejak Surat Keterangan diterbitkan untuk Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat:pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2017, untuk penyampaian laporan tahun pertama; danpada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2018 dan seterusnya, untuk penyampaian laporan tahun kedua dan seterusnya. (5) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (6) Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan tanda terima untuk setiap laporan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 5 (1) Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar melakukan pengawasan atas:penyampaian laporan Wajib Pajak;penempatan Harta tambahan; danpengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan. (2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dapat menerbitkan surat peringatan dalam hal:Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1); dan/atauWajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 2 ayat (2) sampai dengan batas akhir penyampaian laporan. (3) Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikirim, Wajib Pajak harus menyampaikan:tanggapan atas surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a; dan/ataulaporan sehubungan dengan penerbitan surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. (4) Dalam hal Wajib Pajak:menyampaikan tanggapan namun diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (1);tidak menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a; atautidak menyampaikan laporan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b,terhadap Wajib Pajak dimaksud dapat dilakukan pemeriksaan. Pasal 6Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini: Pasal 7Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakartapada tanggal 29 Maret 2017DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. KEN DWIJUGIASTEADI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER – 02/PJ/2017
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER – 02/PJ/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMORPER-27/PJ/2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DI TEMPAT PELAYANANTERPADU KANTOR PELAYANAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-27/PJ/2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DI TEMPAT PELAYANAN TERPADU KANTOR PELAYANAN PAJAK. Pasal IBeberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2016 tentang Standar Pelayanan di Tempat Pelayanan Terpadu Kantor Pelayanan Pajak diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf e dihapus, huruf c diubah dan ditambahkan huruf g, h dan i, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut: Pasal 3(1)Ruang lingkup pelayanan yang diselenggarakan di TPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a meliputi pelayanan yang dilakukan di loket TPT, Help Desk, dan Layanan Mandiri.(2)Ketentuan yang berkaitan dengan pengaturan jam pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf b sebagai berikut:jam pelayanan di TPT pukul 08.00 – 16.00 waktu setempat;setiap petugas di TPT wajib melayani Wajib Pajak pada jam pelayanan;Direktur Jenderal Pajak dapat mengatur jam pelayanan selain yang dimaksud pada huruf a;pemberian layanan di TPT tetap dilaksanakan pada jam istirahat;dihapus;dalam hal pelayanan pada hari keagamaan, Kepala Kantor Wilayah DJP dapat mengatur jam pelayanan sesuai dengan situasi dan kondisi di wilayah kerjanya;Kepala KPP dapat mengatur batas akhir waktu pengambilan nomor antrean dalam kondisi tertentu, seperti terjadinya antrean yang diperkirakan tidak dapat diselesaikan pada jam pelayanan;pengaturan batas akhir waktu pengambilan nomor antrean sebagaimana dimaksud pada huruf g dituangkan dalam bentuk Berita Acara Penutupan Nomor Antrean dan dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP;contoh format Berita Acara Penutupan Nomor Antrean sebagaimana dimaksud pada huruf h diatur dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.(3)Ketentuan yang berkaitan dengan sistem antrean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c meliputi:a.sistem antrean di TPT dibagi menjadi:1.antrean pelayanan di Help Desk;2.antrean pelayanan di Loket TPT, meliputi:a)antrean untuk penerimaan surat/permohonan; dan b)antrean untuk Nomor Pokok Wajib Pajak/Pengusaha Kena Pajak; b.Petugas TPT harus memberikan layanan kepada Wajib Pajak dan/atau masyarakat sampai dengan antrean terakhir.(4)Ketentuan yang berkaitan dengan mekanisme pelayanan saat terjadinya Gangguan Teknis dan/atau Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d adalah:a.dalam hal terjadi Gangguan Teknis, maka:petugas TPT memberitahukan secara lisan kepada Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang datang ke TPT dan membuat pengumuman tertulis tentang pemberitahuan adanya Gangguan Teknis;petugas TPT menerima setiap permohonan yang memenuhi syarat ketentuan dan memproses permohonan tersebut secara manual serta menerbitkan bukti penerimaan yang penomorannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku; dandalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bentuk elektronik (e-SPT) dan/atau membutuhkan layanan elektronik lainnya, maka SPT dan layanan tersebut diproses setelah sistem aplikasi berfungsi kembali;b.dalam hal terjadi Keadaan Darurat, maka:petugas TPT memberitahukan secara lisan dan/atau membuat pengumuman secara tertulis tentang telah terjadinya Keadaan Darurat;KPP dapat mencari tempat lain sebagai alternatif untuk tempat pelayanan baru dan segera membuat pengumuman resmi mengenai perpindahan alamat tersebut.(5)Pengaturan lebih lanjut yang berkaitan dengan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. 2. Ketentuan Pasal 7 huruf b dihapus sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: Pasal 7Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini maka:Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-55/PJ./2008 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Perpajakan;dihapus;Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2011 tentang Pelayanan Prima; danSurat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ/2013 tentang Panduan Pelayanan Prima Direktorat Jederal Pajak;dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 3. Ketentuan Pasal 8 ditambahkan satu ayat, yakni ayat (2), sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: Pasal 7(1)Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-27/PJ/2003 tentang Tempat Pelayanan Terpadu pada Kantor Pelayanan Pajak dan ketentuan pelaksanaan bidang pelayanan lainnya, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini atau belum diganti dengan petunjuk pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.(2)Penyelenggaraan pelayanan pada Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan diatur dengan peraturan tersendiri. 4. Mengubah Lampiran V dan Lampiran VI serta menambah Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2016 sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal IIPeraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakartapada tanggal 13 Februari 2017DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. KEN DWIJUGIASTEADI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER – 29/PJ/2016
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER – 29/PJ/2016 TENTANG TATA CARA PEMETAAN OBJEK PAJAKPAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMETAAN OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN. Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan : Pasal 2 (1) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan Pemetaan dalam rangka:pendataan;pemeriksaan;penyelesaian keberatan PBB; ataupenyelesaian pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar. (2) Pemetaan dalam rangka pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk memperoleh, mengumpulkan, melengkapi, dan menatausahakan data Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak. (3) Pemetaan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh petugas Pemetaan atau tim Pemetaan selaku tenaga ahli dalam pemeriksaan, sebagai dasar penetapan PBB atau pertimbangan keputusan sesuai dengan tujuan pemeriksaan. (4) Pemetaan dalam rangka penyelesaian keberatan PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dalam penelitian keberatan PBB sebagai pertimbangan Direktur Jenderal Pajak dalam memberikan keputusan atas keberatan PBB yang diajukan Wajib Pajak. (5) Pemetaan dalam rangka penyelesaian pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan sebagai pertimbangan Direktur Jenderal Pajak dalam memberikan keputusan atas pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar yang diajukan Wajib Pajak. Pasal 3 (1) Pemetaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan metode:pengukuran; dan/ataupengonversian Peta. (2) Pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan:menggunakan sistem pengukuran berbasis satelit;bantuan data penginderaan jauh; dan/ataualat ukur lain. (3) Pengonversian Peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan melalui:transformasi antar sistem proyeksi; dan/ataudigitasi Peta analog ke Peta digital. (4) Hasil Pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam bentuk Peta dengan menggunakan:sistem proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM); dandatum geodetik World Geodetic System 1984 (WGS84). Pasal 3 (1) Pemetaan dengan metode pengukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dilakukan oleh tim Pemetaan. (2) Pemetaan dengan metode pengonversian Peta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilakukan oleh 1 (satu) petugas Pemetaan atau tim Pemetaan. (3) Tim Pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas:1 (satu) petugas Pemetaan sebagai ketua tim; dan1 (satu) atau lebih petugas Pemetaan sebagai anggota tim. (4) Petugas Pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan Pejabat Fungsional Penilai PBB, Petugas Penilai PBB, atau Pegawai Negeri Sipil lain di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan Pemetaan. (5) Dalam hal diperlukan, tim Pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibantu oleh tenaga ahli yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, atas nama Direktur Jenderal Pajak. Pasal 5Pemetaan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan, yang dihitung sejak tanggal surat perintah Pemetaan diterbitkan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemetaan. Pasal 6 (1) Pemetaan dilaksanakan berdasarkan surat perintah Pemetaan. (2) Surat perintah Pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. (3) Dalam hal terdapat perubahan petugas Pemetaan atau susunan tim Pemetaan, Kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menerbitkan perubahan surat perintah Pemetaan. (4) Penugasan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) melalui surat tugas yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Pasal 7 (1) Dalam melakukan Pemetaan dengan metode pengukuran, tim Pemetaan wajib:a.menyampaikan surat pemberitahuan Pemetaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak;b.memperlihatkan tanda pengenal pegawai dan surat perintah Pemetaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak pada waktu melakukan Pemetaan;c.memperlihatkan perubahan surat perintah Pemetaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak apabila terdapat perubahan petugas Pemetaan atau susunan tim Pemetaan;d.melakukan pertemuan dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai:1)alasan dan tujuan Pemetaan; dan2)hak dan kewajiban Subjek Pajak atau Wajib Pajak selama pelaksanaan Pemetaan;e.menuangkan hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dalam berita acara pertemuan dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak;f.menyampaikan surat pemberitahuan hasil Pemetaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak;g.memberikan hak untuk hadir kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam rangka pembahasan akhir hasil Pemetaan pada waktu yang telah ditentukan; danh.mengembalikan dokumen yang berhubungan dengan Objek Pajak yang dipinjam dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. (2) Dalam melakukan Pemetaan dengan metode pengukuran, tim Pemetaan berwenang:a.melihat dan/atau meminjam dokumen yang berhubungan dengan Objek Pajak dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak;b.mengakses dan/atau mengunduh data yang berhubungan dengan Objek Pajak yang dikelola secara elektronik;c.memasuki areal Objek Pajak, melakukan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengukuran dalam rangka Pemetaan, termasuk pemotretan serta membawa dan menggunakan peralatan untuk kegiatan pengukuran ke dalam areal Objek Pajak;d.meminta kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemetaan, antara lain berupa:(1)menyediakan tenaga pendamping dalam kegiatan pengukuran Objek Pajak; dan/atau(2)menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Subjek Pajak atau Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus; dane.meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. Pasal 8 (1) Dalam pelaksanaan Pemetaan dengan metode pengukuran, Subjek Pajak atau Wajib Pajak berhak:meminta kepada tim Pemetaan untuk memberikan surat pemberitahuan Pemetaan;meminta kepada tim Pemetaan untuk memperlihatkan tanda pengenal pegawai dan surat perintah Pemetaan;meminta kepada tim Pemetaan untuk memperlihatkan perubahan surat perintah Pemetaan apabila terdapat perubahan petugas Pemetaan atau susunan tim Pemetaan;meminta kepada tim Pemetaan untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemetaan;menerima surat pemberitahuan hasil Pemetaan; danmenghadiri pembahasan akhir hasil Pemetaan pada waktu yang telah ditentukan. (2) Dalam pelaksanaan Pemetaan dengan metode pengukuran, Subjek Pajak atau Wajib Pajak wajib:a.memperlihatkan dan/atau meminjamkan dokumen yang berhubungan dengan Objek Pajak kepada tim Pemetaan;b.memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang berhubungan dengan Objek Pajak yang dikelola secara elektronik;c.memberikan kesempatan kepada tim Pemetaan untuk memasuki areal Objek Pajak dalam rangka melakukan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengukuran dalam rangka Pemetaan, termasuk pemotretan, serta membawa dan menggunakan peralatan untuk kegiatan pengukuran ke dalam areal Objek Pajak;d.memberi bantuan guna kelancaran Pemetaan, yang dapat berupa:1)menyediakan tenaga pendamping dalam kegiatan pengukuran Objek Pajak; dan/atau2)menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Subjek Pajak atau Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus; dane.memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan. Pasal 9 (1) Surat pemberitahuan Pemetaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, dapat disampaikan secara
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER – 01/PJ/2017
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER – 01/PJ/2017 TENTANG PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN ELEKTRONIK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN ELEKTRONIK. Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan: Pasal 2 (1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke KPP atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (2) SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan dalam bentuk SPT Elektronik. (3) SPT Tahunan Elektronik wajib disampaikan oleh Wajib Pajak yang:diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam bentuk dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan;diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dalam bentuk dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan;sudah pernah menyampaikan SPT Tahunan Elektronik;terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar;menggunakan jasa konsultan pajak dalam pemenuhan kewajiban pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan; dan/ataulaporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik. (4) SPT Masa Elektronik wajib disampaikan oleh Wajib Pajak yang:terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar; dan/atausudah pernah menyampaikan SPT Masa Elektronik. (5) Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Elektronik ke KPP dengan cara:langsung;dikirim melalui pos dengan bukti pengiriman surat;dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; ataumelalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi. (6) Saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d meliputi:laman Direktorat Jenderal Pajak;laman Penyalur SPT Elektronik;saluran suara digital yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Wajib Pajak tertentu;jaringan komunikasi data yang terhubung khusus antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak; dansaluran lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Pasal 3 (1) Wajib Pajak harus melampirkan keterangan dan/atau dokumen yang disyaratkan dalam SPT Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dengan cara:menyampaikan dalam format Portable Document Format (PDF) dalam satu file, dalam hal SPT Elektronik disampaikan secara langsung, melalui pos, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf a, huruf b, dan huruf c; ataumengunggah, dalam hal SPT Elektronik disampaikan melalui saluran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6). (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan 1770 S atau 1770 SS dengan status nihil atau kurang bayar melalui saluran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) tidak diharuskan untuk menyampaikan atau mengunggah keterangan dan/atau dokumen yang disyaratkan sebagai berikut:fotokopi Formulir 1721 A1/A2 atau bukti potong Pajak Penghasilan;bukti pembayaran;Surat Kuasa Khusus;surat keterangan kematian;penghitungan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tahun berikutnya;perhitungan Pajak Penghasilan terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta dan/atau mempunyai NPWP sendiri; dan/ataufotokopi bukti pembayaran zakat atau sumbangan keagamaan yang bersifat wajib. Pasal 4 (1) Batas waktu penyampaian SPT Elektronik mengikuti ketentuan batas waktu penyampaian SPT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (2) Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Elektronik melalui saluran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Bagian Barat. Pasal 5 (1) Atas penyampaian SPT Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), KPP melakukan penelitian kelengkapan penyampaian SPT Elektronik dengan mengisi lembar penelitian. (2) Lembar penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (3) SPT Elektronik Wajib Pajak telah lengkap dalam hal:data elemen SPT Elektronik; danketerangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT Elektronik,telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 6Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (l), atas SPT Elektronik yang disampaikan dengan cara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut: Pasal 7 (1) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), atas SPT Elektronik yang disampaikan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi/kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b dan huruf c berlaku ketentuan sebagai berikut:bukti dan tanggal pengiriman surat dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan dalam hal SPT Elektronik dinyatakan lengkap; atauKPP menerbitkan surat permintaan kelengkapan SPT Elektronik dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dalam hal SPT Elektronik dinyatakan tidak lengkap. (2) Dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak surat permintaan kelengkapan SPT Elektronik diterbitkan, Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan SPT Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ke KPP. (3) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan SPT Elektronik dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPP menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang menyatakan bahwa SPT dianggap tidak disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (4) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan kelengkapan SPT Elektronik dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tanggal penyampaian SPT Elektronik adalah tanggal pengiriman surat. Pasal 8 (1) Dalam hal SPT Elektronik disampaikan melalui saluran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6), kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. (2) Bukti Penerimaan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan sepanjang SPT Elektronik tersebut telah lengkap. (3) Atas penyampaian SPT Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diterbitkan Bukti Penerimaan Elektronik, KPP dapat melakukan penelitian kelengkapan SPT Elektronik. (4) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berlaku ketentuan sebagai berikut:Bukti Penerimaan Elektronik merupakan bukti penerimaan dalam hal SPT Elektronik dinyatakan lengkap; atauKPP menerbitkan surat permintaan kelengkapan SPT Elektronik dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dalam hal SPT Elektronik dinyatakan tidak lengkap. (5) Dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak surat
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER – 05/PJ/2022
TENTANG BENTUK DAN ISI NOTA PENGHITUNGAN, SURAT KETETAPAN PAJAK, SERTA SURATTAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK DAN ISI NOTA PENGHITUNGAN, SURAT KETETAPAN PAJAK, SERTA SURAT TAGIHAN PAJAK. Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan: 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 3. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 5. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. Pasal 2Ketentuan mengenai bentuk, jenis, kode, dan ukuran formulir: 1. nota perhitungan; 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; 4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; 5. Surat Ketetapan Pajak Nihil; 6. Surat Tagihan Pajak; dan/atau 7. lembar pengawasan nota penghitungan, Surat Ketetapan untuk Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Meterai, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal 3Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2021 tentang Bentuk dan Isi Nota Penghitungan, Bentuk dan Isi Surat Ketetapan Pajak serta Bentuk dan Isi Surat Tagihan Pajak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 4Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakartapada tanggal 24 Mei 2022DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. SURYO UTOMO
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER – 13/PJ/2022
TENTANG TATA CARA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH BAGI REKANAN YANG TERGABUNG DALAM SISTEM INFORMASI PENGADAAN PEMERINTAH DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH BAGI REKANAN YANG TERGABUNG DALAM SISTEM INFORMASI PENGADAAN PEMERINTAH. Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan: 1. Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah yang selanjutnya disebut Sistem Informasi Pengadaan adalah sistem informasi yang digunakan untuk melakukan atau memfasilitasi pengadaan barang dan/atau jasa instansi pemerintah melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik. 2. Rekanan adalah pengusaha yang menyediakan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan. 3. Pihak Lain adalah marketplace pengadaan atau ritel daring pengadaan yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi melalui Sistem Informasi Pengadaan, yang telah ditetapkan oleh kepala lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah atau yang telah ditetapkan oleh pejabat instansi pemerintah yang bertugas untuk membuat pedoman pengadaan barang dan/atau jasa. Pasal 2 (1) Pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak oleh Rekanan dalam Sistem Informasi Pengadaan wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pihak Lain. (2) Rekanan wajib melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai pada kolom penyerahan yang pajak pertambahan nilainya dipungut oleh pemungut pajak pertambahan nilai. (3) Pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang dipungut oleh Pihak Lain tidak perlu dilaporkan oleh Rekanan yang merupakan pengusaha kecil berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pasal 3Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakartapada tanggal 9 September 2022DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd SURYO UTOMO