PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P – 20/BC/2007
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAINOMOR P – 20/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.04/2007 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara; Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA. BAB IKETENTUAN UMUM Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan: BAB IIKAWASAN PABEAN Bagian KesatuPersyaratan dan Tatacara Penetapan Sebagai Kawasan Pabean Pasal 2Penetapan suatu kawasan sebagai Kawasan Pabean ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan. Pasal 3 (1) Untuk memperoleh penetapan sebagai Kawasan Pabean, Pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat data tentang identitas penanggung jawab, badan usaha, dan alamat lokasi kawasan. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan :Salinan Akte Pendirian Perusahaan sebagai Badan Hukum;Surat Izin Usaha dari instansi terkait;Bukti penetapan sebagai Pelabuhan Laut atau Bandar Udara, kecuali untuk Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 yang bukti penetapannya berupa rekomendasi dari instansi terkait;Bukti status kepemilikan dan/atau penguasaan tempat atau kawasan. Penguasaan dimaksud sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun;Bukti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);Ukuran luas kawasan; danGambar denah lokasi yang memuat antara lain pagar pembatas, pintu masuk/keluar (gate), titik koordinat dan/atau tanda lain yang disesuaikan dengan kondisi lokasi. (4) Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan penelitian kelengkapan dokumen dan melakukan pemeriksaan lokasi atas kawasan yang akan ditetapkan sebagai Kawasan Pabean. (5) Hasil pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan Lokasi sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini. (6) Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai meneruskan berkas permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah dilampiri dengan Berita Acara Pemeriksaan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan menyebutkan tanggal permohonan diterima secara lengkap dan benar. Pasal 4 (1) Kepala Kantor Wilayah melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan administratif dan fisik terhadap permohonan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). (2) Atas permohonan penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. (3) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Penetapan Sebagai Kawasan Pabean oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal ini. (4) Penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan yang disertai dengan alasan penolakan. (5) Keputusan Penetapan Sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan adanya pencabutan. Pasal 5 (1) Untuk kepentingan pengawasan di bidang kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menetapkan batas-batas kawasan dan pintu masuk/keluar (gate) atas suatu tempat atau kawasan yang diajukan permohonan untuk penetapan sebagai Kawasan Pabean. (2) Batas-batas kawasan dan pintu masuk/keluar (gate) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:pagar pembatas dan pintu masuk/keluar (gate); atautitik koordinat dan/atau tanda lain yang disesuaikan dengan kondisi lokasi. (3) Kawasan Pabean dinyatakan sebagai kawasan terbatas (restricted area). Bagian KeduaLarangan Penimbunan di Kawasan Pabean Pasal 6Barang selain untuk tujuan impor dan/atau ekspor dilarang untuk ditimbun, dimasukkan, dan/atau dikeluarkan ke dan/atau dari Kawasan Pabean, kecuali untuk tujuan pengangkutan selanjutnya. Bagian KetigaPencabutan Penetapan Sebagai Kawasan Pabean Pasal 7 (1) Penetapan sebagai Kawasan Pabean dicabut dalam hal :Kawasan Pabean tidak menjalankan kegiatan/usaha impor dan ekspor dalam jangka waktu 1 (satu) tahun secara terus-menerus;pengelola Kawasan Pabean terbukti bersalah telah melakukan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;pengelola Kawasan Pabean dinyatakan pailit; dan/ataupengelola Kawasan Pabean mengajukan permohonan pencabutan. (2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan dalam bentuk Keputusan Pencabutan Atas Penetapan Sebagai Kawasan Pabean sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini. BAB IIITEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA Bagian KesatuPenetapan dan Jenis Tempat Penimbunan Sementara Pasal 8 (1) Penetapan suatu kawasan, bangunan, dan/atau lapangan sebagai Tempat Penimbunan Sementara ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan. (2) Kawasan, bangunan, dan/atau lapangan yang diajukan penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:Lapangan Penimbunan;Lapangan Penimbunan Peti Kemas;Gudang Penimbunan; dan/atauTangki Penimbunan. Bagian KeduaPersyaratan dan Tatacara PenetapanSebagai Tempat Penimbunan Sementara Pasal 9 (1) Untuk dapat ditetapkan sebagai Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha tempat penimbunan harus mengajukan permohonan penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara kepada Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat data:nama dan alamat penanggung jawab;nama dan alamat badan usaha;lokasi tempat penimbunan;jenis tempat penimbunan; danukuran luas dan/atau daya tampung (volume) tempat penimbunan. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:Salinan Akte Pendirian Perusahaan sebagai Badan Hukum;Surat Izin Usaha dari instansi terkait;Izin dari Pemerintah Daerah setempat;Bukti status kepemilikan dan/atau penguasaan suatu bangunan, tempat atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas. Penguasaan dimaksud sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun;Bukti Nomor Pokok Wajib Pajak;Gambar denah dan batas-batasnya yang meliputi tempat penimbunan barang impor, ekspor, barang untuk diangkut ke dalam daerah pabean lainnya melalui luar daerah pabean, dan tempat pemeriksaan barang dan ruang kerja Pejabat Bea dan Cukai;Daftar peralatan dan fasilitas penunjang kegiatan usaha yang dimiliki dan surat pernyataan sanggup untuk menyediakan peralatan dan fasilitas yang memadai;Surat pernyataan sanggup menyediakan bangunan untuk tempat pemeriksaan barang dan membuat laporan perkembangan penyediaan bangunan tersebut setiap 3 (tiga) bulan.Surat keterangan dari pengelola Kawasan Pabean tentang penggunaan bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di dalam
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P – 12/BC/2007
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAINOMOR P – 12/BC/2007 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN, PERUBAHAN, DAN PENCABUTAN NOMOR POKOKPENGUSAHA BARANG KENA CUKAI UNTUK PENGUSAHA PABRIK DANIMPORTIR MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.04/2007 tentang Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Minuman Mengandung Etil Alkohol, perlu menetapkan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai tentang Tata Cara Pemberian, Pencabutan, dan Perubahan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Minuman Mengandung Etil Alkohol; Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN MENTERI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PEMBERIAN, PERUBAHAN, DAN PENCABUTAN NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI UNTUK PENGUSAHA PABRIK DAN IMPORTIR MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL. Pasal 1Dalam peraturan ini, yang dimaksud dengan : Pasal 2Untuk kepentingan pengawasan Barang Kena Cukai dan penerimaan negara, Pengusaha Pabrik dan Importir MMEA yang telah mendapat izin dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perindustrian dan/atau perdagangan, wajib memiliki NPPBKC. Pasal 3 (1) Untuk memperoleh NPPBKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pengusaha Pabrik atau Importir MMEA terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan dengan disertai gambar denah lokasi/bangunan/tempat usaha untuk dilakukan pemeriksaan dalam rangka pemenuhan persyaratan fisik. (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan lokasi/bangunan/ tempat usaha. (3) Terhadap hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai membuat Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha atau kuasanya. (4) Dalam hal persyaratan fisik sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3, Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.04/2007 dipenuhi, Pengusaha Pabrik atau Importir MMEA menagajukan permohonan untuk mendapatkan NPPBKC kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala Kantor Pelayanan dengan menggunakan format PMCK-6. (5) Dalam hal persyaratan fisik sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.04/2007 tidak dipenuhi, Kepala Kantor Pelayanan memberitahukan secara tertulis disertai penjelasan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir MMEA. (6) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. Pasal 4 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dilampiri dengan persyaratan administrasi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.04/2007. (2) Dalam hal persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi, Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri Keuangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian NPPBKC sebagai Pengusaha Pabrik atau Importir MMEA beserta lampirannya berupa NPPBKC. (3) dalam hal persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, Kepala Kantor Pelayanan memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi kekurangan persyaratan atau memperbaiki data permohonan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. (4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemohon tidak melengkapi kekurangan persyaratan atau memperbaiki data permohonan, Kepala Kantor Pelayanan mengeluarkan surat pemberitahuan penolakan yang memuat alasan penolakan. (5) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada pemohon dan salinannya disampaikan kepada Direktur Cukai dan Kepala Kantor Wilayah. Pasal 5 (1) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dapat dicabut jika pemilik NPPBKC atau Pabrik dan Importit MMEA telah memenuhi ketentuan pencabutan yang ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.04/2007. (2) Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri Keuangan dengan menetapkan Keputusan Pencabutan NPPBKC. (3) Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap Pengusaha Pabrik atau Importir MMEA yang tidak melakukan kegiatan selama satu tahun dikarenakan :dilakukan renovasi; atauterjadi bencana alam. (4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilaporkan kepada Kepala Kantor Pelayanan paling lambat 7 (tujuh) hari :sebelum melakukan renovasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a; atauSetelah terjadinya bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terjadi. (5) Keputusan Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pemilik NPPBKC bersangkutan dan salinannya disampaikan kepada Direktur Cukai dan Kepala Kantor Wilayah. Pasal 6 (1) Berdasarkan Keputusan Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan melakukan pencacahan untuk memastikan jumlah MMEA yang belum dilunasi cukainya di pabrik atau tempat usaha Importir MMEA. (2) Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Keputusan Pencabutan diterima oleh pemilik NPPBKC, terhadap MMEA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut :untuk Pabrik MMEA, wajib dilunasi cukainya dan dipindahkan ke Tempat Penjualan Eceran MMEA;untuk tempat usaha Importir MMEA, wajib dipindahkan ke tempat usaha Importir MMEA lainnya atau Tempat Penjualan Eceran MMEA. (3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, MMEA wajib dimusnahkan oleh Kepala Kantor Pelayanan atas biaya pemilik MMEA. Pasal 7 (1) Perubahan terhadap nama perusahaan, kepemilikan perusahaan, lokasi/ bangunana perusahaan, dan/atau jenis MMEA yang tercantum dalam NPPBKC hanya dapat dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri Keuangan. (2) Pengusaha Pabrik dan Importir MMEA yang melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan perubahan NPPBKC kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala Kantor Pelayanan. (3) Dalam hal persyaratan permohonan diterima secara lengkap dan benar, Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri Keuangan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak permohonan diterima, menetapakan Keputusan Perubahan NPPBKC sebagai Pengusaha Pabrik atau Importir MMEA. (4) Dalam hal persyaratan permohonan diterima secara tidak lengkap atau tidak benar, Kepala Kantor Pelayanan memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi kekurangan persyaratan atau memperbaiki data permohonan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari. (5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemohon tidak melengkapi kekurangan persyaratan atau memperbaiki data permohonan, Kepala Kantor Pelayanan mengeluarkan surat pemberitahuan penolakan yang memuat alasan penolakan. (6) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau surat pemberitahuan penolakan sebagaiamana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada pemohon dan salinannya disampaikan kepada Direktur Cukai dan Kepala Kantor Wilayah. Pasal 8Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakartapada tanggal
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P – 09/BC/2007
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAINOMOR P – 09/BC/2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAl NOMOR KEP-14/BC/2001TENTANG PEMBLOKIRAN PERUSAHAAN Dl BIDANG KEPABEANAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PERUBAHAN KEDUA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-14/BC/2001 TENTANG PEMBLOKIRAN PERUSAHAAN DI BIDANG KEPABEANAN. Pasal IKetentuan pasal 6A Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-05/BC/2007 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-14/BC/2001 tentang Pemblokiran Perusahaan di Bidang Kepabeanan diubah sehingga Pasal 6A berbunyi sebagai berikut: Pasai 6A Dalam hal perusahaan diblokir karena tidak melakukan kegiatan impor dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut setelah mendapatkan SPR, pemblokiran dapat dicabut apabila: Pasal IIPeraturan ini berlaku surut sejak tanggal 1 Maret 2007. Ditetapkan di JakartaPada tanggal 18 April 2007Direktur Jenderal, ttd. Anwar SuprijadiNIP 120050332
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAINOMOR PER – 13/BC/2023
TENTANG TATA CARA PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN,DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI. BAB IKETENTUAN UMUM Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan: BAB IIPENIMBUNAN BARANG KENA CUKAI Pasal 2 (1) Barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dapat ditimbun dalam TPS atau Tempat Penimbunan Berikat. (2) Barang kena cukai dengan tujuan untuk diekspor dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Terakhir. Pasal 3 (1) Barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai, dapat ditimbun di dalam Pabrik. (2) Barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai, dapat ditimbun di dalam Tempat Pengguna Fasilitas Pembebasan Cukai. BAB IIIPEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTANBARANG KENA CUKAI Pasal 4Setiap pemasukan barang kena cukai ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan baik yang belum dilunasi maupun yang sudah dilunasi cukainya wajib diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan kepada Kepala Kantor yang mengawasi Pabrik atau Tempat Penyimpanan dengan dokumen pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5). Pasal 5 (1) Setiap pengeluaran barang kena cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan baik yang belum dilunasi maupun yang sudah dilunasi cukainya wajib diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan kepada Kepala Kantor yang mengawasi Pabrik atau Tempat Penyimpanan dengan dokumen pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5). (2) Atas pengeluaran barang kena cukai asal impor dari Kawasan Pabean di pelabuhan pemasukan, Importir wajib melampirkan pemberitahuan pemasukan berupa dokumen pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5) dari Kantor yang mengawasi Importir. (3) Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melakukan kegiatan impor barang kena cukai. (4) Dikecualikan dari kewajiban memberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau melampirkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal barang kena cukai berupa hasil tembakau yang sudah dilunasi cukainya. Pasal 6 (1) Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pengawasan langsung terhadap pemasukan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. (2) Pengawasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas penilaian risiko atau pertimbangan lain yang ditentukan oleh Kepala Kantor yang mengawasi Pabrik atau Tempat Penyimpanan. (3) Dalam hal pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa etil alkohol atau minuman yang mengandung etil alkohol, yang menjadi dasar untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai merupakan yang didapati oleh Pejabat Bea dan Cukai yang bersangkutan. Pasal 7 (1) Dalam keadaan darurat seperti kebakaran, banjir, atau bencana lainnya, barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang berada di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan dapat dikeluarkan atau dipindahkan ke Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat lainnya tanpa dilindungi dokumen pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5). (2) Pengeluaran atau pemindahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor yang mengawasi Pabrik atau Tempat Penyimpanan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah hari dimulainya pengeluaran atau pemindahan barang kena cukai tersebut. (3) Tata cara pengeluaran atau pemindahan barang kena cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal 8 (1) Pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya, baik dalam keadaan telah dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran maupun dalam keadaan curah atau dikemas dalam kemasan bukan untuk penjualan eceran, wajib dilindungi dengan dokumen pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5). (2) Pengangkutan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:pengangkutan barang kena cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan lainnya dengan fasilitas tidak dipungut cukai;pengangkutan barang kena cukai dari Kawasan Pabean, TPS, atau Tempat Penimbunan Berikat ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan dengan fasilitas tidak dipungut cukai;pengangkutan barang kena cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ke Tempat Penimbunan Terakhir atau Kawasan Pabean di pelabuhan muat dengan tujuan untuk diekspor dengan fasilitas tidak dipungut cukai;pengangkutan hasil tembakau dari tempat pembuatan di luar pabrik ke dalam Pabrik dan sebaliknya;pengangkutan barang kena cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ke Tempat Penimbunan Berikat dengan fasilitas pembebasan cukai;pengangkutan barang kena cukai dari Kawasan Pabean, TPS, atau Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat dengan fasilitas pembebasan cukai;pengangkutan barang kena cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ke Tempat Pengguna Fasilitas Pembebasan Cukai untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai;pengangkutan barang kena cukai dari Tempat Pengguna Fasilitas Pembebasan Cukai ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan;pengangkutan barang kena cukai dari Kawasan Pabean, TPS, atau Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Pengguna Fasilitas Pembebasan Cukai untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai;pengangkutan etil alkohol yang telah dirusak sehingga tidak baik untuk diminum dari Pabrik ke Tempat Pengguna Fasilitas Pembebasan Cukai; pengangkutan barang kena cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ke Tempat Pengguna Fasilitas Pembebasan Cukai untuk:keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia;tujuan sosial; ataudikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar daerah pabean.pengangkutan barang kena cukai dari Kawasan Pabean atau TPS ke Tempat Pengguna Fasilitas Pembebasan Cukai untuk:keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; atautujuan sosial.pengangkutan barang kena cukai dari toko bebas bea dengan fasilitas pembebasan cukai untuk:keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; ataukeperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia.pengangkutan barang kena cukai berupa minuman mengandung etil alkohol dan/atau hasil tembakau untuk dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean dari Kawasan Pabean atau TPS ke Tempat
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAINOMOR PER – 12/BC/2022
TENTANG BENTUK FISIK, SPESIFIKASI, DAN DESAINPITA CUKAI TAHUN 2023 DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG BENTUK FISIK, SPESIFIKASI, DAN DESAIN PITA CUKAI TAHUN 2023. BAB IKETENTUAN UMUM Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan: BAB IIPITA CUKAI Pasal 2 (1) Pita cukai merupakan dokumen sekuriti sebagai tanda pelunasan cukai. (2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki bentuk fisik, spesifikasi, dan desain tertentu. (3) Bentuk fisik pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kertas yang memiliki sifat atau unsur sekuriti. (4) Spesifikasi pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit berupa kertas sekuriti, hologram sekuriti, dan cetakan sekuriti. BAB IIIPENGGUNAAN PITA CUKAI Pasal 3Pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 digunakan untuk: BAB IVBENTUK FISIK DAN SPESIFIKASIPITA CUKAI Pasal 4 Pita cukai untuk hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan kertas yang memiliki sifat atau unsur sekuriti dengan bentuk fisik: Pasal 5Pita cukai untuk MMEA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan kertas yang memiliki sifat atau unsur sekuriti dengan bentuk fisik berupa 1 (satu) seri berjumlah 60 (enam puluh) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 1,9 cm X 7,4 cm. Pasal 6 (1) Pada setiap keping pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 terdapat hologram dengan ukuran lebar:0,7 cm untuk pita cukai untuk hasil tembakau seri I;0,5 cm untuk pita cukai untuk hasil tembakau seri II;0,5 cm untuk pita cukai untuk hasil tembakau seri III tanpa perekat;0,6 cm untuk pita cukai untuk hasil tembakau seri III dengan perekat; dan0,6 cm untuk pita cukai untuk MMEA (2) Hologram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat teks “BC” dan teks “RI”. BAB VDESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU Pasal 7 Desain pada setiap keping pita cukai untuk hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a paling sedikit memuat: Pasal 8 (1) Pita cukai untuk hasil tembakau seri I atau seri II digunakan untuk jenis SKT, SPT, SKTF, SPTF, KLB, KLM, dan CRT. (2) Pita cukai untuk hasil tembakau seri III dengan perekat digunakan untuk jenis SKM, SPM, CRT, REL, dan HPTL dengan kemasan untuk penjualan eceran berupa botol, kaleng, dan sejenisnya. (3) Pita cukai untuk hasil tembakau seri III tanpa perekat digunakan untuk jenis SKM, SPM, CRT, REL, dan HPTL dengan kemasan untuk penjualan eceran berupa selain botol, kaleng, dan sejenisnya. (4) Pita Cukai untuk hasil tembakau jenis TIS menggunakan:pita cukai untuk hasil tembakau seri I atau seri II untuk jenis TIS yang diproduksi di Indonesia atau dimasukkan untuk dipakai di dalam daerah pabean; ataupita cukai untuk hasil tembakau seri III tanpa perekat untuk jenis TIS yang dimasukkan untuk dipakai di dalam daerah pabean. Pasal 9 (1) Pita cukai untuk hasil tembakau bagi pengusaha pabrik hasil tembakau tertentu diberi tambahan identitas khusus berupa personalisasi pita cukai untuk hasil tembakau. (2) Personalisasi pita cukai untuk hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penambahan karakter yang secara umum diambil dari nama pabrik. (3) Personalisasi pita cukai untuk hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada hasil tembakau jenis:SKM dan SPM yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II;SKT dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II, dan Golongan III; danSKTF, SPTF, TIS, KLB, KLM, dan CRT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik. Pasal 10 (1) Pita cukai untuk hasil tembakau memiliki warna dengan ketentuan:warna biru, digunakan untuk hasil tembakau jenis SKM, S PM, SKT, dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan I;warna jingga, digunakan untuk hasil tembakau jenis S KM, S PM, SKT, dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II;warna merah, digunakan untuk hasil tembakau jenis SKT dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan III;warna hijau, digunakan untuk hasil tembakau jenis SKTF, SPTF, TIS, KLB, KLM, CRT, REL, dan HPTL yang diproduksi di Indonesia; danwarna abu-abu, digunakan untuk hasil tembakau yang berasal dari luar daerah pabean. (2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus hasil tembakau yang diproduksi dan dikonsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, dan yang dimasukkan ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dicantumkan tulisan “KAWASAN BEBAS”. BAB VIDESAIN PITA CUKAI MMEA Pasal 11 Desain pada setiap keping pita cukai untuk MMEA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b paling sedikit memuat: Pasal 12 (1) Pita cukai untuk MMEA bagi pengusaha pabrik MMEA, diberi tambahan identitas khusus berupa personalisasi pita cukai untuk MMEA. (2) Personalisasi pita cukai untuk MMEA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penambahan karakter yang secara umum diambil dari nama pabrik. Pasal 13 (1) Pita cukai untuk MMEA yang diproduksi di Indonesia memiliki warna dengan ketentuan:warna abu-abu, digunakan untuk MMEA Golongan B dengan kadar alkohol lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); danwarna merah, digunakan untuk MMEA Golongan C dengan kadar alkohol lebih dari 20% (dua puluh persen). (2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus MMEA yang diproduksi dan dikonsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, dicantumkan tulisan “KAWASAN BEBAS”. Pasal 14 (1) Pita cukai untuk MMEA yang berasal dari luar daerah pabean memiliki warna dengan ketentuan:warna biru, digunakan untuk MMEA Golongan A dengan kadar alkohol kurang dari atau sama dengan 5% (lima persen);warna hijau, digunakan untuk MMEA Golongan B dengan kadar alkohol lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); danwarna cokelat, digunakan untuk MMEA Golongan C dengan kadar alkohol lebih dari 20% (dua puluh persen). (2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus MMEA yang dimasukkan ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dicantumkan tulisan “KAWASAN BEBAS”. BAB VIIPENYEDIAAN PITA CUKAI Pasal 15 (1) Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengelola pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang disediakan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai bentuk fisik, spesifikasi, dan desain pita cukai. (2) Pengusaha pabrik atau importir mengajukan permohonan penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat diterbitkan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAINOMOR PER – 9/BC/2022
TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAHDIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT,ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,Menimbang : Mengingat : MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR. BAB IKETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. 2. Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk antidumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan dan Bea Masuk pembalasan. 3. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 4. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. 5. Perusahaan KITE Pengembalian adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pengembalian. 6. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. 7. Barang dan Bahan adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:a.diimpor; ataub.dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas dan/atau kawasan ekonomi khusus yang berasal dari luar daerah pabean,dengan menggunakan fasilitas KITE Pengembalian, untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain untuk menjadi Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. 8. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan Bahan. 9. Diolah adalah dilakukan pengolahan untuk menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. 10. Dirakit adalah dilakukan perakitan dan/atau penyatuan sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. 11. Dipasang adalah dilakukan pemasangan, pelekatan, dan/atau penggabungan dengan barang lain sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. 12. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. 13. Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. 14. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna Diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. 15. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan. 16. Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. 17. Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai. 18. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. 19. Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan. 20. Tunggakan Utang adalah utang Bea Masuk, bea keluar, sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga, cukai, termasuk Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tidak dilunasi sampai dengan jatuh tempo, tidak mengajukan keberatan, atau banding. 21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 22. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 23. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. 24. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 25. Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 26. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. 27. Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk yang selanjutnya disingkat SKP-FPBM adalah surat keputusan persetujuan terhadap permohonan pengembalian Bea Masuk yang diterbitkan atas nama Menteri oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. 28. Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk yang selanjutnya disingkat SPMK-FPBM adalah surat perintah yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan surat perintah membayar untuk dan atas nama pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran kepada bendahara umum negara atau kuasanya berdasarkan SKP-FPBM untuk melakukan pembayaran sejumlah uang kepada Perusahaan KITE Pengembalian. BAB IIPENETAPAN SEBAGAI PERUSAHAAN KITE PENGEMBALIANDAN PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI MENGENAIPENETAPAN SEBAGAI PERUSAHAAN KITE PENGEMBALIAN Bagian KesatuPenetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian Pasal 2 (1) Permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha oleh badan usaha secara elektronik melalui sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam kerangka online single submission. (2) Sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan validasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a.kesesuaian perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan komersial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perizinan berusaha berbasis risiko milik badan usaha dengan data pada online single submission; danb.kesesuaian status pengusaha kena pajak badan usaha. (3) Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada